Berbagi Cerita

Cerita semua tentang apa yang ada disekitar kita, asal yang bermanfaat!!

Selasa, 30 Maret 2010

Jiwa dan Tabiat Revolusi Islam Iran

Revolusi Islam Iran menorehkan kemenangannya di penghujung abad ke-20. Sejarah membuktikan, tak ada satupun revolusi yang bisa mengubah suatu sistem kekuasaan tanpa dilandasi dengan paradigma pemikiran dan ideologi. Kaidah ini menjadi prinsip dasar seluruh revolusi dunia. Meminjam ungkapan seorang pemikir Perancis, Revolusi Islam Iran telah menunjukkan jalan pengetahuan satu abad ke depan, yang menghendaki perubahan mendasar dalam sistem yang mendominasi dunia saat ini seperti modernisme dan liberalisme.


Di masa lalu, para pemikir sosiologis seperti Emil Durkheim dan Karl Marx meyakini bahwa sekulerisme merupakan suatu keniscayaan yang tak bisa dihindari. Mereka meyakini, agama-agama ilahi tidak lagi memiliki pemikiran dan solusi baru dalam mengatur tatanan politik dan sosial umat manusia. Peran agama bakal kian terpinggirkan. Namun dengan kemunculan Revolusi Islam Iran, teori tersebut pun tinggal omongan belaka dan Revolusi Islam berhasil membuktikan kemampuan agama kepada dunia. Daniel Pipes, pemikir neokons AS, menyatakan, "Kita harus akui, sebelum Revolusi Islam, kita tak pernah membuka ruang bagi pemikiran agama. Namun mulai sekarang, bagi kita, publik Amerika, sangat urgen untuk menelaah dan meneliti beragam isu seputar agama". 

Imam Khomeini dengan bersandar pada pemikiran luhur Islam, menggugat beragam pemikiran yang memarjinalkan agama. Lewat tawaran pemikiran barunya ia pun membuktikan bahwa agama dan spiritualitas bisa memainkan peranan konstruktif dalam kehidupan politik dan sosial. Pesan utama Revolusi Islam dalam ihwal ini adalah memadukan akal dengan agama dan menyandingkan etika dan politik. Dengan demikian Republik Islam atau demokrasi religius garapan Imam Khomeini menjadi suatu model alternatif dan langka di ranah politik dan tata negara. 

Kini, banyak masyarakat dunia yang mengakui bahwa Islam sejatinya bertujuan untuk mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dan kesempurnaan sejati. Di sini, Revolusi Islam berhasil menampilkan gambaran Islam yang aktual dengan tuntutan zaman dan sejarah. Analis politik Jerman, Peter Schulater menandaskan, "Kini, kebangkitan kembali pada agama dan madinah fadhilah telah dimulai, berkat Revolusi Islam masyarakat dunia menjadi tersadarkan bahwa Islam merupakan satu-satunya jalan kebahagiaan".

Selama lebih dari tiga dekade, Revolusi Islam Iran mampu bertahan di tengah beragam tekanan dan ancaman. Dalam beberapa bulan terakhir, Iran kembali diuji dengan beragam rangkaian aksi kerusuhan pasca pilpres 12 Juni lalu. Namun demikian, Revolusi Islam masih di luar jangkauan pemikiran Barat dan tetap melaju menapakkan langkahnya. 

Filosof kontemporer Iran, Syahid Muthahhari menyebut Revolusi Islam Iran serupa dengan revolusi Islam pada masa Rasulullah saw lantaran keduanya sama-sama beresensikan ajaran Islam, sebuah revolusi yang spiritual dan politik yang memperjuangkan keadilan dan kebebasan. Kemenangan Revolusi Islam sendiri berhasil ditorehkan lantaran mengikuti jejak revolusi Nabi Muhammad saw dan memberikan jiwa keagamaan pada seluruh aspek kehidupan mulai dari politik, ekonomi, sosial, hingga budaya.

Dalam Revolusi Islam, keberadaan seorang pemimpin yang bijak dan berpengaruh merupakan salah satu karakter utama yang membedakannya dengan revolusi-revolusi yang lain. Di sepanjang kepemimpinan Imam Khomeini, Revolusi Islam menjadi sasaran beragam konspirasi dan tekanan musuh yang berupaya untuk melencengkan langkah revolusi ataupun memusnahkannya secara total. Namun, semua tantangan itu berhasil dilumpuhkan oleh kepemimpinan Imam Khomeini. Sampai-sampai banyak analis politik yang menyebutnya sebagai tulang punggung dan ruh Revolusi Islam. Terkait hal ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamanei menuturkan, "Imam Khomeini, sang pemimpin bijak dan faqih itu adalah pelopor gerakan iman dan amal. Keimanannya mampu membasahi seluruh jiwanya hingga kalbu-kalbu tak beriman dan wadah-wadah hampa terpenuhi dengan luapan iman yang bersumber darinya pada tataran amal."
Revolusi Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu agama, kepemimpinan dan persatuan rakyat. Sejak masa-masa awal perjalanannya, revolusi ini telah menjadikan kehormatan manusia dan mencapai kehidupan yang suci dan bahagia sebagai misi perjuangannya. Lewat slogan kemerdekaan dan kebebasan, revolusi berhasil mendirikan sebuah negara Islam yang independen. Dalam kebijakan politiknya, Imam Khomeini menjadikan slogan "Tidak Timur dan Tidak Barat" sebagai strategi politik revolusi Islam. Dengan kemenangan revolusi Islam, rakyat Iran berhasil meraih kemerdekaannya sebagai tuntutan dasar hingga mampu mengguncang hegemoni AS dan Uni Soviet di era perang dingin. Tak ayal, keberhasilan Iran melepaskan dirinya dari kekuasaan AS merupakan satu keberhasilan besar. Namun demikian, untuk mempertahankan kemerdekaan itu, ada banyak hal yang mesti diperjuangkan dan dikorbankan. 

Di mata Revolusi Islam, kemerdekaan bukan hanya diraih dengan melepaskan diri dari kekuasaan asing. Tapi kemerdekaan itu harus menyebar ke seluruh sendi-sendi kehidupan mulai dari politik, ekonomi, pemikiran, hingga budaya. Imam Khomeini percaya, selama negara belum merdeka maka upayanya yang lain pun tidak akan pernah tercapai dengan baik. Revolusi Islam sebagai revolusi yang independen, bebas, dan berkeadilan senantiasa menjadi perhatian publik dunia. Sebab semua bangsa menghendaki kebebasan dan keadilan. Mereka menjadikan Revolusi Islam sebagai model perjuangan sehingga suara Revolusi Islam pun menyebar ke seluruh dunia.
Keadilan sosial merupakan cita-cita seluruh bangsa di dunia. Setiap manusia yang berakal sehat niscaya menginginkan keadilan dan bisa merasakannya. Karena itu, tercapainya keadilan sosial merupakan cita-cita mendasar perjuangan Revolusi Islam. Imam Khomeini sebagai arsitek revolusi berkeyakinan bahwa eksploitasi kekayaan bangsa-bangsa lain oleh penjajah merupakan pemicu terbelakangannya bangsa-bangsa di dunia. Dia berpendapat, selama sistem politik dan ekonomi dunia dijalankan secara tidak adil, maka keadilan sosial pun tidak akan bisa terwujud. 

Kini pada dekade keempat Revolusi Islam, pemerintah Iran mencanangkannya sebagai dekade kemajuan dan keadilan. Namun demikian, dalam literatur Revolusi Islam, kemajuan yang dimaksud berbeda dengan apa yang selama ini didefinisikan Barat. Karena kemajuan yang dikehendaki Revolusi Islam adalah kemajuan yang berkeadilan. Sebab tanpa keadilan, kemajuan hanya akan memperlebar jurang ketimpangan sosial yang akan berujung pada hancurnya tatanan masyarakat. Sebaliknya keadilan yang ada juga mesti dibarengi dengan kemajuan. Karena jika tidak, maka keadilan yang dicapai sama saja dengan menyerah pada keterbelakangan. Tentu saja untuk merealisasikan tujuan mulia itu memerlukan proses panjang dan kerja keras. 

Saat ini, Republik Islam Iran makin optimis melangkah ke depan. Negeri ini telah merancang visi jangka panjangnya meliputi upaya untuk memberantas akar-akar kemiskinan dan mengubah tatanan ekonomi dan sosial menjadi suatu tatatan yang berkeadilan. Pengalaman selama 31 tahun Revolusi Islam membuktikan bahwa revolusi ini masih menyimpan potensi tinggi untuk meraih cita-cita luhur Republik Islam Iran. 

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda