Berbagi Cerita

Cerita semua tentang apa yang ada disekitar kita, asal yang bermanfaat!!

Selasa, 30 Maret 2010

Bagaimana Saya Menemukan Jalan Kebenaran?

Oleh: Muhammad Yusuf


Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang
Bagaimana saya, seorang Suni yang mengikuti fikih Hanafi, datang mencari dan memeluk Jalan Kebenaran dari Ahlulbait? Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt. yang dengan rahmat dan kasih sayang-Nya membimbing saya menuju kebenaran.
Perjalanan saya dimulai ketika mengawali sebuah pekerjaan baru dan bertemu pertama kali dengan seorang pengikut Ahlul Bait. Sampai waktu itu, saya tahu sedikit tentang mereka yang disebut dengan Syiah—kecuali apa yang saya dengar dari saudara-saudara Suni, yang sedikit berbicara tentang pujian. Saya belum membaca apapun tentang mereka, karena saya tidak pernah menemukan sesuatu untuk dibaca: semua buku Islam yang saya dapatkan selama beberapa tahun ini adalah tentang Islam Suni, ditulis oleh muslim Suni. Semua Muslim yang saya temui, di negara tempat saya tinggal dan tempat seperti Mesir adalah Suni. Bahkan dengan perantara
modem komunikasi, internet, saya tidak bertemu kebetulan dengan situs Syiah, mungkin karena saya tidak melihat mereka dengan jelas dan hanya mengikuti link dari satu situs Suni ke situs Suni lainnya. Saya juga tahu sedikit tentang sejarah awal Islam, kecuali apa yang saya baca dalam buku-buku Suni tentang betapa ’salehnya para khalifah’.
Namun juga saya telah memulai untuk berpikir serius tentang beberapa pertanyaan, seperti takdir (predestination), dan mulai sedikit perhatian tentang beberapa hadis yang saya baca dalam Bukhari dan Muslim yang bagi saya—dalam pandangan dan mungkin kurangnya pengetahuan—terlihat kontradiksi dengan apa yang di dalam Alquran. Saya juga mulai memikirkan tentang mengikuti para ulama, karena saya selalu diberi tahu bahwa dapat memilih mazhab mana untuk diikuti, dan seandainya secara pribadi saya tidak senang dengan sesuatu, saya dapat mengikuti mazhab yang lain dalam beberapa kasus; seperti halnya saya bisa menerima dan mengikuti nasihat dari ulama mazhab manapun. Hal ini nampaknya tidak benar.
Mungkin harus saya tambahkan bahwa pada saat ini saya relatif masih baru masuk Islam, setelah selama beberapa tahun menemukan kebenaran tentang Islam dan Nabi Muhammad saw., dan menjadi yakin bahwa tidak hanya Allah satu-satunya Tuhan tapi juga Muhammad saw. adalah rasul dan nabi-Nya. [Saya sebelumnya pernah jadi Kristen, dan tentu biarawan Katolik untuk beberapa saat].
Ikhwan Syiah dan saya hanyalah muslim di tempat kerja kami, sehingga wajar kalau kita salat Zuhur dan Asar bersama. Dia baik, perhatian dan sopan—bahkan, contoh bagaimana muslim seharusnya—dan tidak masalah kalau dia salat dengan cara yang sedikit berbeda dari saya. Saya hanya berasumsi dengan naif bahwa dia hanya mengikuti mazhab yang berbeda.
Lalu saya mengatakan bahwa saya pernah salat dengan seorang Syiah kepada ikhwan lain di masjid setempat. Reaksi negatifnya membuat saya tertarik untuk mencari tahu lebih tentang mereka. Maka saya bertanya kepada ikhwan Syiah saya. Dia menjawab dengan sederhana, selalu menekankan bahwa saya harus membuat penilaian sendiri (independen) dan menggunakan akal (sehat) sebagai panduan.
Ada sebuah peristiwa yang saya ingat dengan jelas. Saya telah dikirimi beberapa artikel oleh sebuah kelompok, yang dipengaruhi oleh Wahabi dan sangat anti-Syiah, dan membuat segala tuduhan tentang pengikut Ahlulbait. Saya menyebutkan kelompok ini kepada ikhwan Syiah saya dan ia berkata dengan tenang dan sederhana, “Apa yang Anda pikirkan tentang mereka?”
Saya jawab bahwa saya tidak percaya kalau Nabi Muhammad saw. bertindak dengan cara tidak toleran seperti itu, karena saya teringat sebuah hadis tentang bagaimana Nabi memperlakukan seseorang yang sangat tidak sopan dengan buang air kecil di masjid ketika Nabi sendiri ada di sana.
Ikhwan Syiah saya tidak berkata apa-apa, tapi beberapa hari kemudian (seingat saya) ia memberikan saya salinan terjemahan bahasa Inggris Nahjul Balaghah yang berisi beberapa [kalimat] hikmah Imam Ali as. Saya membacanya, dan kagum dengan kebijaksanaannya, dan memutuskan untuk mencoba serta mencari tahu lebih tentang Syiah ini—pada saat ini, saya masih tahu sedikit bahkan saya tidak tahu bahwa kata “syî’ah” berarti pengikut, dan bahwa Syiah merupakan pengikut Ahlulbait, istilah yang lagi-lagi saya tidak ketahui.
Kemudian, tidak lama setelah itu, saya meninggalkan pekerjaan untuk mengambil pekerjaan baru sehingga kehilangan kontak dengan ikhwan Syiah saya, meskipun saya telah mencoba menghubunginya, sekali, tapi surel [e-mail] saya kembali karena tidak ingat jelas alamatnya. Beberapa bulan berlalu sebelum saya memulai studi lebih serius, tepatnya ketika membaca khutbah Ghadir Khum sebagai terkait dalam Tirmidzi dan Muslim: sumber Suni yang secara implisit diterima. (Seandainya) tidak sahih—tapi yang kedua setelah Alquran sendiri?
Di sini Nabi saw. menyatakan bahwa kita harus mengikuti dan berpegang pada Ahlulbaitnya, sebagaimana saya membaca bagaimana beliau sering kali memuji Imam Ali (alaihi salam) yang dengan begitu pasti beliau melihat atau ingin Ali menjadi penerusnya.
Saya menemukan beberapa keyakinan dasar pengikut Ahlulbait, seperti taklid dan Empat Belas Manusia Suci, semakin saya mempertimbangkan hal ini, semakin rasional dan logis mereka terlihat. Mereka begitu natural, konsekuensi logis dari Alquran itu sendiri. Hal ini benar-benar mencerahkan saya tentang Syiah: saya telah menemukan kebenaran mendasar untuk pertama kalinya, sesuatu yang sederhana namun mendalam.
Beberapa hari kemudian, di sebuah situs internet, saya membaca tentang Karbala. Saya akui saya menangis. Bagaimana mungkin mereka yang menyebut diri mereka muslim memperlakukan sesama muslim seperti itu—dan khususnya bagaimana mungkin mereka memerangi, dan membunuh, cucu Nabi sendiri? Saya mendapatkan fakta ini cukup mencengangkan. Bagaimana tragedi ini bisa terjadi? Lalu, saya membaca beberapa kalimat yang diucapkan oleh Imam Keempat [Ali bin Husain, Zainal Abidin] tentang tragedi ini, dan apapun maknanya akan selalu berarti.
Saya kemudian menghabiskan beberapa hari untuk membaca sejarah awal Islam—tentang Umayyah dan Abbasiah dan bagaimana mereka mengancam dengan licik para pengikut Ahlulbait. Saya membaca buku Muhammad Tijani, Akhirnya Kutemukan Kebenaran dan Syiah adalah Ahlussunah, beberapa buku lain dan banyak dari artikel yang ditulis oleh pengikut Ahlulbait. Saya membaca khotbah Imam Husain (alaihi salam) di Mina yang menjelaskan negara Arab yang mengerikan hanya lima puluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.—kecurangan Yazid dan beberapa ulama pada masa itu. Saya ingat sebuah ucapan yang saya baca: “Setiap hari adalah Asyura dan setiap tempat adalah Karbala”.
Saya memikirkan secara mendalam tentang isu-isu yang saya baca semakin meningkat, dan menjadi yakin bahwa itu adalah tugas saya sebagai seorang muslim, untuk mengikuti Ahlulbait—karena itu jelas-jelas keinginan Nabi saw. yang mengungkapkan kehendak Allah, yang sebagai seorang muslim saya harus patuhi. Ada argumen yang sebenarnya tidak rasional tentang keyakinan para pengikut Ahlulbait, karena bagi saya keyakinan ini tidak hanya mengungkapkan hal yang masuk akal dan logis, tapi juga didasarkan ajaran suci Nabi saw. sendiri.
Maka saya mencari ikhwan Syiah saya. Saya menemukan sebuah nama yang sama dengan namanya di dalam buku petunjuk telepon di kota yang saya tahu ia tinggal. Sebuah mesin faks menjawab, lalu saya mengirim sebuah faks singkat, memintanya untuk menghubungi saya, tanpa tahu apakah ia akan pernah menerimanya.
Alhamdulillah, mesin faks itu milik pamannya dan kurang dari seminggu kemudian saya bersamanya, dan imam masjid lokal, menyatakan bahwa Ali (alaihi salam) adalah pengganti sah Nabi saw.
Muhammad Yusuf
19 Jumadil Akhir 1420
Penerjemah: ejajufri © 2010
 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda